Belajar mengenal diri sendiri: Ketika sakit

Kalender di atas meja kerja sudah penuh lingkaran dalam seminggu terakhir. Mulai dari batas-batas waktu pekerjaan, rapat di luar jam kerja, janjian dengan dokter gigi, janjian dengan teman, perpisahan dengan beberapa rekan kerja juga sahabat dekat.

Pulang terlalu malam, berangkat pagi terlambat, pulang malam terulang, kamar berantakan dan cucian menumpuk. Bisa jadi kondisi ini sudah masuk kategori kurang sehat versi on my spot. Menjelang akhir pekan tenggorokan terasa tidak seperti biasa, badan sedikit tidak nyaman, baiklah sepertinya aku akan sakit. Aku minta sebungkus tolak angin dari laci rekan kerja, membalurkan minyak eukaliptus di sekitar leher untuk menangkal AC ruangan yang selalu dingin. Meskipun sekarang sudah lebih kebal dan tidak lagi biduran, tetap saja aku merasa dingin.

Sepulang kantor tercatat masih ada janji, masih ingin bertemu yang lain, terpaksa terlambat pulang dan terlambat tidur. Hingga akhir pekan tiba, ternyata masih harus berangkat ke kantor, belum sampai setengah hari suhu badan terasa tidak normal, aku harus pulang. Oh, ternyata aku lebih memilih mampir ke salah satu event promosi beasiswa dan makan di luar, terasa masih sanggup meskipun sedikit melayang ketika berdiri di antara antrean keluar musola di salah satu mall. Lalu cukup, aku memutuskan harus istirahat.

Aku merelakan keinginan keluar di Minggu pagi, terlaksana juga istirahat sehari. Badanku lemas disertai demam, baiklah tiba saatnya aku harus makan nasi minimal dua kali dan minum paracetamol 500 mg setelahnya. Terima kasih gofood, masalah makan kini menjadi aman. Masih demam, aku putuskan untuk tidak minum selain air putih hangat dan air madu-lemon. Tenggorokan terasa sakit, terkadang batuk, dahak sedikit mengindikasikan kalau ada luka di tenggorokanku. Baiklah sepertinya gejala radangku kambuh, artinya mungkin aku sudah kelelahan. Aku terlalu malas untuk ke dokter karena pasti akan dibekali antibiotik yang harus dihabiskan. Aku paksakan tidur siang, meski lebih banyak scrolling timeline instagram, mengunggah stories yang tidak ada hubungannya dengan kondisi sakit, mendengarkan album Habib Syech yang sering kudengar namanya dari mama meskipun aku belum pernah bertemu orangnya.

Kamar masih berantakan, cucian yang sudah diangkat tapi belum dilipat ada di sekelilingku. Tandanya aku belum sehat. Mata terpejam sebentar, tapi terpikir baju-baju kotor yang belum dicuci. Aku kurang dekat dengan kebiasaan laundry kecuali sangat terpaksa. Aku bangun, entah kenapa lebih memilih mengurusi baju kotor, kemudian tidur lebih indah.

Bangun tidur, demam sudah turun tapi sepertinya hidungku berair, baiklah aku juga flu. Aku coba menyanyi, tidak terdengar seperti suaraku, terlalu bias dan bindeng. Kuambil gitar, kembali mengulang lagu Jikustik yang sudah seminggu ada di playlist spotify, namun masih juga salah di lidah. Teringat esok pagi aku bertugas membaca visi misi institusi di apel pagi dengan suara yang sedang aneh, ditambah jadwal rapat sore hingga malam juga menunggu. Yang penting demam sudah turun, semua bisa diatur, pikirku.

Dugaanku sedikit meleset, aku tertidur setelah salat subuh dan kesiangan, abang gojek lama di jalan. Percaya atau tidak, aku sering sekali kurang beruntung dengan mekanisme order ojek online. Tugas apel masih aman meskipun kedatanganku lambat. Selesai apel aku sarapan, menahan diri dari caffeine ataupun minuman dingin. Tenggorokan sudah lumayan, aku masih memastikan makan nasi minimal dua kali, kemudian berniat "besok sembuh". Meskipun pulang malam, sebisa mungkin menghemat waktu perjalanan karena masih punya janji setelahnya di rumah kost. Berpikir bagaimana caranya aku tetap harus tidur lebih cepat, syukurlah terlaksana. Keesokan harinya badanku sudah terasa seperti biasa, hanya saja suara belum kembali sepenuhnya. Untungnya pekerjaan hari itu banyak teralihkan oleh momen perpisahan beberapa pegawai magang. Selow.

Hari ini rekan kerjaku berkata "kamu cepet banget sembuhnya, suaramu udah biasa lagi, udah nggak flu lagi, minum obat apa?".

Aku minum paracetamol di hari pertama, sisanya mencoba menjaga.

Kondisi dan ketahanan fisik manusia sudah jelas saling beda, tapi kita masih bisa mengenal tanda-tandanya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

17 Fakta Terungkap Setelah 17 Tahun

THOMAS RAMDHAN : Nggak Pake Lima Senar? Siapa Takut !

Armand Maulana, artis yang punya fans artis