Dua Vokal Tiga Konsonan, the next chapter

Malam ini saya berada pada mood saya untuk melanjutkan sebuah postingan terdahulu “dua vokal tiga konsonan”. (paragraf ini saya tulis beberapa minggu yang lalu)

(tarik nafas panjaaaaaaaaaaang)
Saya telah berpikir ribuan kali untuk membuat postingan ini. Saya telah menimbang imbasnya. Bagaimana kalau makhluk yang saya elu-elukan di sini, membacanya. Bagaimana jika orang lain memberitahukan padanya tentang apa yang saya tuliskan ini.

Keputusannya, saya tidak takut. Ini hanya soal perasaan. Kalaupun dia telah membaca, tidak ada alasan untuk saya menjadi malu. Karena perasaan bocah SD ini kala itu benar-benar suci. Tidak bisa dicampur-adukkan dengan logika. Tidak boleh disalahkan, tidak pula dipermasalahkan, karena sedikitpun tidak terbersit niat untuk memadu "hal" yang layaknya orang dewasa lakukan, ia hanya mencoba menghindar... Secara halus. Tuhan telah menganugerahi manusia suatu kelebihan ini. Saya bersyukur bisa menyukai banyak hal, jantung berdegup kencang ketika bertemu dengan hal-hal itu, termasuk yang satu ini.

(mulaaaaaaaaai)
Kalau tidak salah, terakhir saya menyebutkan tentang punggungnya yang semakin menjauh, perasaan saya yang penuh sesal, dan keinginan saya untuk menjadi anak baik.

Setelah malam itu, kami hampir selalu bersama. Dia menunggui saya keluar kelas untuk sekedar mencolek pipi. Dia menunggui saya masuk kelas untuk menyelipkan lipatan kertas di genggaman saya, kertas berisi kata-kata yang sengaja dibuat indah, bisa jadi itu lirik lagu. Dia diam-diam masuk ke kelas saya untuk menaruh gantungan kunci di tas saya. Saya yang tidak tau dari mana datangnya benda itu, memasangnya di resleting tas. Dan dua vokal tiga konsonan tampak gembira meledek saya. Saat itu barulah saya tau kalau gantungan itu miliknya, dan seketika langsung saya lepas. Saya merasa aneh, dan malu. Saat dia menunggu saya di garasi sepeda, saya jadi menghindar. Saat dia mencoba mendekat, saya jadi nyelimur. Entah kenapa saya jadi sedemikian malunya. Saya tidak terbiasa diperlakukan seperti itu. Terlebih-lebih, seluruh isi sekolah tau hubungan kita (padahal nggak ada apa-apa). Bahkan anak-anak SMP sebelah yang tidak lain adalah teman-temannya turut meledek saya. Oh, ini to pacarnya si (biiiiiiiip). “Apa sih ?” saya cuma bisa mengatakan itu. Risih, malu.

Tapi di luar malu-malu itu, saya sadar ada perasaan senang. Suatu sore di musim hujan, entah bagaimana ceritanya, kami “nyeser ikan di got bersama”. Saat pulang sekolah pelajaran tata boga, kami bermain-main dengan wajan dan lain-lain, di tengah hujan dan banjirnya jalan menuju rumah. Saat para orang tua sibuk bekerja, kami main ke rumah teman dan “semprot-semprotan” air kran, sampai teman saya mendapatkan omelan dari orang tuanya, karena rumah mereka mendadak banjir. Kami juga bermain ular tangga, yang kalah akan mendapatkan colekan bedak di wajah, dan tentunya saya yang paling banyak colekan.  Saat bermain ramai-ramai teman-teman iseng mengunci saya dan anak itu di kamar. Bagaimana bisa ? Saya yang malu-malu dan memalukan ini. Saat saya ingin pulang, maka dia mencegah dengan “mencengkeram” tangan saya kuat-kuat (padahal saat itu saya kuruuuuuuuus sekali). Sampai tarik-tarikan, terjatuh, lecet, hal yang biasa.

Apa ini ? Seingat saya, dulu saya telah menggelengkan kepala. Tapi kenapa dia jadi seperti ini. Saya ingin menjauh, tapi tidak bisa dipungkiri, kalau saya juga merasakan kesenangan. Sampai pada akhirnya dia menyerahkan sepotong surat. Sepertinya ini yang dinamakan surat cinta. Sebelumnya saya juga pernah menerima hal seperti ini di bangku kelas 3 & 4, konyoooool. Dan saat itu kalau tidak salah saya sudah kelas 6. Berarti sudah setahun  semenjak saya menggelengkan kepala. Saya telah tau banyak tentang dua vokal tiga konsonan. Dan dia menanyakan hal “itu” lagi di suratnya. Tapi tidak saya tanggapi, saya tidak memberi balasan apapun.

Kaupun tlah merasakannya
Kaupun tlah mengakuinya
Terima saja terimaaaa
Apa sih yang kau tunggu
Apa sih yang kau mau
Langsung saja
Cepat katakan Ya
(GIGI-Ya Ya Ya)

Tapi masih saja dia seperti itu, kenapa anak ini begitu gigih. Bahkan saya tidak menarik sama sekali. Kurus, kecil, item, rambut merah, keriting, acak-acakan. Kenapa tetap datang ke rumah, berbuat gaduh di depan rumah, sampai-sampai bapak terganggu dan mematikan lampu teras. Kenapa tetap mengerjai saya saat ulang tahun. Kenapa tetap menonton saya di acara 17an. Kenapa tetap minta foto saya, walaupun sudah pernah ketahuan oleh ibunya saat mencuci jaketnya. Kenapa datang di pagi buta hanya untuk mengucapkan “dadah” saat saya akan ke luar kota. Kenapa tetap menyanyikan lagu-lagu aneh dengan gitar dan suara serak basah.  Sampai saat pelajaran bebas, guru menyuruh kami berduet di depan kelas menyanyikan lagu “antara ada dan tiada”. Argh guru itu. Ini semakin sulit untuk saya yang berusia jalan 10 tahun. Saya tidak ingin ada hubungan apa-apa. Tapi saya tetap ingin ada dia di sekitar saya.

Seandainya ku tak menerima pernyataan cintamu kepadaku
Kaulah yang memahami kaulah yang menghargai arti sebagai seorang kekasih
….
Ku minta teruskan teruskan
Perhatianmu teruskan teruskan
Apa yang tlah kau lakukan selama ini
Memenuhi sgala yang kuinginkan
Kuminta teruskan teruskan
Perbuatanmu teruskan teruskan
Semua rasa dan syarafku turut merestui
Kuminta padamu teruskan
(GIGI-Restu Cinta)
Biarlah seperti ini.

(waktu berlalu)
Kami masuk di SMP yang sama. Sepertinya keinginan saya untuk menjauh telah terkabul. Tapi ketakutan saya juga terjadi. Dia benar-benar tidak ada di sekitar saya walaupun kita satu sekolah. Parahnya, dia mendekati teman sebangku saya. Saya hanya mengintip dari celah pintu kelas. Ternyata dia hanya mendekatinya saja. Tapi setelah itu dia juga dekat dengan anak-anak lain. Dan saya harus melihatnya mesra-mesraan dengan anak dari kelas sebelah yang tidak saya kenal. Ketika kami tidak sengaja bertemu, dia hanya mengucap “ceweek!” dengan nada playboy. Jeduuuuuaaaaaar. Siapa ini ? Kenapa dia jadi begini.

Hanya saja ku tak mengerti
Permainan roman cintamu
Yang dulu indah tak bertepi
Menjadi puing-puing kepalsuan
Yang menghancurkan batinku
Keraguan atasmu
(GIGI-Semua Orang Berhak Bahagia)

Inikah akhirnya ? Mungkin dia capek. Mungkin telah lelah menghadapi saya yang malu-malu dan memalukan. Saya mencoba mengerti. Karena itu, dulu saya heran kenapa dia tetap berada di samping saya meskipun saya tidak memberikan tanggapan apa-apa terhadap pernyataannya. Sekarang saya paham. Ternyata dia tidak mencoba bertahan. Doa saya, semoga tingkahnya yang telah berubah menjadi lebih agresif terhadap yang lain itu bukan karena perlakuan saya. Semoga karena memang dia telah menjadi remaja puber. Semogaaaa.

Satu peristiwa yang “jleeeeb”. Saat lebaran dan seluruh penghuni sekolah bermaaf-maafan. Murid-murid berbaris, berjalan di tengah panasnya lapangan basket. Dan ketika saya berdiri di depannya, saya mengulurkan tangan kanan. Tebak apa yang dia katakan. “ora usah lah”. Yang dalam bahasa indonesianya “nggak usah lah”. What the heaveeeeen ! Apa saya baru saja mengalami penolakan ? Saya rasa begitu. Apakah dia mencoba membalas perbuatan saya. Ketahuilah, kau telah berhasil. Selamat.

 Pernahkah kalian membaca atau mendengar perkataan “kau baru menyadari apa yang kau miliki, setelah kau kehilangannya”. Sejak saat itu, saya mendukung perkataan tadi. Sejak saat itu, saya lebih sering memperhatikan tembok belakang SD lantai 2, yang menghadap ke sekolah saya sekarang. Di sana ada tulisan yang telah samar “(biiiiiiiip) love nisa”. Saya lebih sering memperhatikan tulisan serupa di tembok lain yang selalu saya lewati setiap pulang sekolah. Entah siapa yang menulisnya. Saya lebih sering membawa kalung berliontin bunga yang masih saya simpan lengkap dengan wadahnya, sampai akhirnya terjatuh entah di mana. (read : ilang)

Kembalikan rasa cintamu padaku
Kembalikan padaku, ku memohon tak lebih hanya itu
Kembalikan rasa sayangmu padaku
Hanya rasa cintamu tersimpan di puing hatiku
(GIGI-Romansa Yang Hilang)

Seiring berjalannya waktu, kami telah menjadi siswa tahun kedua di SMP. Dia sibuk dengan masalah “wanitanya” dan segala gosipnya. Saya mengisi sebagian kecil waktu dengan seleksi olimpiade. Ngenes. Mendengar cerita-cerita dari mulut teman-teman. Melihat sendiri tingkah lakunya dengan kekasihnya.

Sebilah pedang tajam di tangan
Menusuk jantung kekasihmu
Andaikan aku mampu lakukan
Pasti ku ada di hatimu
….
Di detak jantungku namamu slalu ada
Mengisi di ruang-ruang kosong hatiku
Andai aku bisa membuang dan menghapus
Takkan ada lagi namamu
Oh tuhan tolonglah matikan cintaku
(GIGI-Matikan Cintaku)

Jadi benar dugaan saya, apa-apa yang saya rasa itu adalah……. Sayang saya baru punya keberanian untuk meyakininya setelah anak bodoh itu menjauh.

Malam
Apakah ini benar
Semua yang kurasa
Sungguh suci


Melayang
Melambung
Berjalan di langit mu


Terhanyut
Menyesakkan
Jadi inikah (rasa) cinta
(GIGI-Selamat datang asmara)

(waktu berada pada kecepatan maksimumnya)
Tiba-tiba kami lulus, tiba-tiba kami sudah jadi “putih abu-abuers”. Setau saya, inilah saat yang wajar dan pas untuk mengenal cinta, kekekekeke. Sebenernya nggak ada ya dalam Islam. Tapi inilah yang terjadi di kalangan kita. Tapi tidak dengan saya. Sampai pernah saat saya merasa sangat kacau dan banyak beban yang menimpa punggung, saya berfikir “coba punya pacar, pasti bla bla bla”. Mungkin beberapa kali pernah merasakan kagum kepada teman-teman lelaki, tapi feel nya tetep beda. Bukan sama seperti yang pernah dirasa waktu dulu. Apakah saya yang berlebihan sehingga tidak bisa melupakan kejadian-kejadian bersama dua vokal tiga konsonan. Atau mungkin memory saya yang sedikit terganggu. Tapi ketahuilah, itu benar-benar berkesan buat saya. Sekuat apa saya mencoba melupakan, tapi tetap tidak menghilangkan apapun. Berbanding terbalik dengan matematika, sekuat apa saya mencoba mengingat, maka (zzZZZ)..

Kita beda sekolah, dan hampir nggak pernah ketemu. Pernah beberapa kali, saya main ke sekolahnya, nonton dia manggung bersama band-nya. Tapi ya nggak tegur sapa sama sekali. Pernah juga (eh sering) liat dia goncengan sama cewek-cewek yang setau saya bukan berasal dari sekolah  yang termasuk dalam golongan “baik” di mata masyarakat. Saya hanya berfikir, kok seleranya jadi kayak gitu. Bukan bermaksud merendahkan sekolah lain, tapi image yang terbentuk adalah seperti itu memang, apa mau dikata. Setidaknya berpacaranlah dengan gadis-gadis yang baik, cerdas, cantik dan menarik, maka saya tidak akan prihatin, kekekeke.

 (waktu tidak hanya berjalan, tetapi berlari)
Tau-tau udah lulus SMA aja. Singkat cerita, saya telah mendapatkan sebuah sekolah dengan penuh perjuangan penuh peluh serta air mata, halah. Mengisi kegiatan dengan OL feisbuk & twideeeer. Dua vokal tiga konsonan sering muncul di chat feisbuk. Kita ngobrol tanpa topic, bercandaan gitu deh. Dia komen setatus saya, saya komen setatusnya. Sampai pernah kita ngobrol soal sekolah, dia tanya di mana saya ngelanjut. Saya jawab, lalu tanya balik. Tapi lagi-lagi saya dihujani keprihatinan karena dilihat dari jawabannya, dia nggak punya semangat sama sekali, nglokro. Dia gagal beberapa kali (sebenernya nggak sebanyak kegagalan yang saya alami). Tapi dia juga nggak mau mencoba lagi. Ingin sekali memberi dorongan, tapi siapa saya ini. Rasa simpati saya justru semakin berkurang kalau dia seperti ini. Saya akan senang kalau dia sukses dan punya pacar yang nyaris sempurna & bisa bikin saya iri. Tapi kenapa keadaannya malah jadi begitu. Heuheuheu.

Lalu saya menggali kembali hati dan ingatan. Memaknai setiap kejadian di masa lalu sampai masa sekarang. Sampai pada akhirnya saya menemukan suatu pemikiran dan keyakinan. Bahwa saya hanyalah menyukai “dua vokal tiga konsonan kecil”. Dan bukan menyukai dia yang dewasa. Saya hanya tidak bisa menghapus ingatan-ingatan baik tentang dia di masa lalu. Dua vokal tiga konsonan kecil selalu punya tempat yang baik di mata saya. Terimakasih untuknya karena telah menggoreskan tinta pelangi di kanvas kehidupan saya yang telah lalu.

Getaran dirimu hangat terasa
Kaubawa secercah sinar abadi
Dan kuterbuai dalam langkahmu
Ooh dan janjimu
Kan tetapi kini kau semakin menjauh


Kau selalu terbayang (oh nirwana)
Di dalam cintaku (yang telah berlalu)
Kau selalu berharap (berharap)
Di dalam cintaku (kembali)
(GIGI-Nirwana)


Sekian, maaf kalo terlalu drama ya, mungkin efek nonton drama korea :P
Gomawoyo..

Komentar

  1. aaaaaaaaaaaaaaaa! aku mau backgroundnyaaaaaaaa! pinkyyyyyyyyyyyy! *komen menyimpang dr postingan* huehehehehehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

17 Fakta Terungkap Setelah 17 Tahun

THOMAS RAMDHAN : Nggak Pake Lima Senar? Siapa Takut !

Armand Maulana, artis yang punya fans artis